Monday, June 30, 2014

Lailatul Qadar

Ya Allah, puji syukurku karena Engkau telah memberikanku umur untuk bertemu dengan bulan Ramadhan tahun ini. Janganlah Engkau jadikan ini menjadi bulan Ramadhan terakhirku, karena aku akan selalu merindukan kedatangannya di tahun-tahun mendatang.

Ya Allah, pantaskanlah diriku untuk mendapatkan Lailatul Qadar. Namun jika karena dosa-dosaku, tingkah lakuku yang menurut-Mu membuat aku belum pantas menerima Lailatul Qadar, berikanlah kepada istriku.
Jikalau kami berdua menurutmu belum pantas, maka berikanlah kepada anak-anak kami.

Ya Allah, Jikalau kami semua belum pantas menurut-Mu, berikanlah kepada Ibu dan Bapakku.

Amin.

Saturday, June 28, 2014

Ustadz Sugih

Ustadz ini bukanlah ustadz kondang yang sering keluar masuk infotainment. Juga bukan ustadz hasil binaan ustadz kondang. 

Tapi pertama kali dia berdakwah di kantor saya, dia bisa bisa menarik antusiasme yang hadir berkat cerita mengenai latar belakangnya yang dulu pernah menjadi pegawai swasta, sampai akhirnya memutuskan untuk berhenti dan berguru untuk belajar berdakwah.

Ada pro dan kontra dengan gaya si Ustadz ini berdakwah. Namun dia menjanjikan apabila kita berniat serius untuk merubah hidup kita menjadi lebih baik, dia menggaransi dalam 4 bulan pasti sudah ada perubahan dalam hidup orang tersebut.

Saya tidak akan mengulas semua materi yang disampaikan oleh si Ustadz disini, namun ada beberapa kata-kata yang disampaikan oleh si Ustadz yang cukup memotivasi diri saya.

Seperti ketika dia membahas soal tawakal.

Tawakal bukanlah sekedar kita berusaha, berdoa dan selanjutnya pasrah kepada ketetapan Allah, SWT. Namun tawakal adalah bagaimana kita dapat secara konsisten mengerjakan ibadah kepada Allah, SWT. Apabila suatu ibadah sudah kita kerjakan secara konsisten, lalu kita tinggalkan, maka kita akan berdosa. Walaupun itu adalah ibadah sunah. Sebagai contoh, orang yang terbiasa melaksanakan shalat dhuha 2 – 4 rakaat setiap hari. Kemudian, karena sedang kedatangan tamu, shalat tersebut tidak dia kerjakan. Atau laki-laki yang secara rutin pergi shalat subuh berjamaah di mesjid, kemudian karena hujan maka tidak pergi ke mesjid. Maka, itu menjadi dosa. Itulah yang disebut tawakal. Bagaimana kita secara konsisten dapat melakukan suatu ibadah atau kebaikan tanpa berubah.

Satu contoh yang dia berikan, yang cukup memotivasi saya sampai saat ini dalam beribadah, kita sebagai karyawan, biarpun hujan atau banjir, bagaimana caranya berusaha untuk bisa masuk ke kantor. 
Namun hanya karena gerimis kita tidak pergi shalat berjamaah di mesjid. Padahal itu adalah untuk beribadah kepada yang memberikan kita hidup. Kita terkadang takut, sampai meninggalkan ibadah karena kesibukan pekerjaan kita. Padahal Allah sudah menjanjikan, dalam hadis berikut :

“Barangsiapa yang shalat subuh maka dia berada dalam jaminan Allah. Oleh karena itu jangan sampai Allah menuntut sesuatu kepada kalian dari jaminan-Nya. Karena siapa yang Allah menuntutnya dengan sesuatu dari jaminan-Nya, maka Allah pasti akan menemukannya, dan akan menelungkupkannya di atas wajahnya dalam neraka jahannam.” (HR. Muslim no. 163)

“Dua rakaat shalat fajar lebih baik dari dunia dan seluruh isinya” (HR. Muslim)

Janji Allah sudah jelas dan pasti, namun kita masih sering lebih takut kepada urusan dunia kita. Padahal Allah sudah menjanjikan. Allah berfirman :

Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS : Ath-Thalaaq Ayat : 3 )

Sunday, June 22, 2014

Persiapan Memasuki Bulan Ramadhan

Sebentar lagi, bulan yang kita nanti-nantikan akan datang lagi, Bulan Ramadhan. Bulan yang penuh keberkahan, bulan ampunan. Namun terkadang kita tidak pernah mempersiapkan diri dalam menghadapi bulan Ramadhan tersebut.
Kira-kira persiapan apa sih yang harus kita lakukan dalam menghadapi bulan Ramadhan ini? Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan :
  1. Mengenai kesehatan. Pengalaman pribadi saya pada bulan Ramadhan 2 tahun lalu dan sebelumnya, setiap bulan Ramadhan kesehatan saya terganggu. Umumnya sakit yang menyerang adalah batuk dan pilek. Hal ini wajar karena pada saat bulan Ramadhan, asupan makanan yang masuk ke tubuh berkurang sehingga membuat daya tahan tubuh menurun. Ini sangat mengganggu ibadah. Nah tahun lalu saya mulai rutin berolah raga di gym. Pada saat menjalani puasa di bulan Ramadhan tahun lalu, Alhamdulillah, saya tidak mengalami gangguan kesehatan sama sekali. Artinya dengan berolah raga secara teratur dapat membuat daya tahan tubuh terhadap penyakit menjadi lebih kuat.
  2. Membiasakan tubuh dengan rutinitas yang akan  kita lakukan di bulan Ramadhan. Bagi orang kebanyakan seringkali yang tadinya ibadahnya biasa-biasa, pada saat Ramadhan, langsung tidak pernah tinggal shalat 5 waktu, bahkan shalat tarawih dan shalat tahajud. Namun karena ini bukan kebiasaan yang dilakukan sejak sebelum Ramadhan, umumnya pada pertengahan Ramadhan sampai dengan akhir Ramadhan semangat teman-teman menurun dan akhirnya di minggu terakhir semua menjadi kembali seperti  biasa. Bayangkan justru di minggu terakhir Ramadhan, harusnya orang berlomba-lomba semakin memperbanyak ibadahnya.
  3. Gangguan yang sering terjadi lagi adalah buka puasa bersama. Tidak ada yang salah dengan kegiatan ini. Namun seringkali, kebanyakan kita disibukkan dengan berbuka puasa dengan makan sebanyak-banyaknya sehingga kita mengakhirkan shalat maghrib. Dan akhirnya berlanjut menunda shalat isya dan tidak melaksanakan tarawih  berjamaan di mesjid. Memang shalat tarawih ini adalah shalat sunnah. Namun alangkan sayangnya jika terlewat karena shalat ini hanya datang sebulan dalam setahun.
  4. Kita harus tentukan target kita dalam bulan Ramadhan tahun ini. Apa yang ingin kita capai seperti : khatam Al Quran, menghapal surat-surat tertentu, dan sebagainya.
  5. Belajar dari ramadhan tahun-tahun sebelumnya. Mana yang sudah baik kita teruskan, mana yang masih kurang kita perbaiki dan kita tingkatkan.
  6. Dan yang terakhir, umumnya mendekati minggu terakhir Ramadhan, kita disibukkan dengan prosesi mudik. Sehingga ibadah kita menjadi tertinggal.
Semoga ibadah kita di bulan Ramadhan tahun ini lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.

BISA BACA NGGA YAA...!!

Kejadian kedua yang saya alami di Food Court Thamrin City, di meja sebelah kanan meja kami, datang seorang Bapak dan seorang anak perempuannya yang berumur sekitar 5 tahun.

Setelah selesai makan, mungkin karena kebiasaan, si Bapak ini langsung saja mengeluarkan rokok dan menyalakan rokoknya. Padahal area food court tersebut adalah ruangan tertutup dengan AC. Tidak hanya itu, tulisan Daerah ini Kawasan Dilarang Merokok terpampang jelas di dinding.

Asap rokok itu terbang ke meja tempat saya dan anak-anak duduk. Bukan hanya itu, di meja sebelah depan saya pun ada seorang bayi yang ikut "menikmati asap rokok dari si bapak tersebut.

Anak saya protes berteriak tidak tahan dengan bau asap rokok tersebut. Saya menatap ke arah si Bapak tersebut sambil berkata kepada anak saya, "Bahwa mungkin Bapak ini tidak bisa membaca dan tidak pernah belajar tata krama, sehingga tidak perduli dengan lingkungan sekitarnya." Si bapak tetap saja tidak mematikan rokok dan tidak juga memandang ke arah saya yang terus menatap ke arah dia. 

Saya hanya membatin dan berdoa kepada Allah agar si bapak ini diberikan kesadaran akan bahaya merokok bagi diri sendiri dan orang lain. Amin.

Namun ternyata, si bapak ini cuek saja dan terus merokok. dia tidak sadar bahwa dia telah menzhalimi orang lain. Saya berkesimpulan bahwa bapak ini selain tidak mengerti tata krama juga seorang yang pengecut.

Teman-teman, saya juga terkadang merokok untuk keperluan pergaulan. Namun, saya tidak akan merokok di depan anak-anak apalagi anak saya sendiri. Karena merokok di depan anak-anak adalah iklan merokok yang paling efektif untuk mengubah generasi muda kita menjadi generasi perokok. 

Alangkah senang para pemilik perusahaan rokok, setelah kita membayar untuk membeli rokok mereka, kita pun ikut mengiklankan secara gratis untuk mengajak generasi muda membeli dan menjadi perokok.

Inilah buah dari amburadulnya dunia pendidikan  nasional. Sehingga kebanyakan orang Indonesia tumbuh menjadi karakter yang egois, tidak perduli dengan lingkungan sekitar, bersenang-senang diatas penderitaan orang lain.

Mari kita perbaiki ini, mulai dari diri kita sendiri dan keluarga kita.

Orang tua, anak dan cucu

Libur minggu ini, diisi dengan menemani istri ke Thamrin City, Jakarta Pusat, untuk membeli titipan mama, berupa perlengkapan buat lebaran Idul Fitri tahun ini. Setelah melaksanakan Shalat Zuhur di mesjid, dilanjutkan dengan makan siang di Food Court di lantai 2. 

Ada beberapa kejadian yang menggelitik saya selama duduk di situ sambil menunggu istri saya berbelanja. 

Kejadian yang pertama, Ada seorang nenek yang datang dengan menggendong cucunya yang masih bayi, didampingi oleh suaminya yang menggandeng cucu lainnya dan seorang wanita yang lebih muda perkiraan saya ini adalah ibu dari dua orang anak kecil tersebut. Si ibu muda ini dengan tenangnya membiarkan si nenek kerepotan karena harus makan sambil menggendong cucunya, sementara si ibu asyik makan sambil menelpon. 

Fakta di Indonesia, bahwa kebanyakan orang tua tidak akan berhenti direpotkan oleh si anak, bahkan setelah si anak dewasa, orang tua direpotkan oleh pekerjaan mengurus cucu mereka. Apalagi dengan fenomena semakin banyaknya ibu muda yang bekerja, sehingga orang terdekat yang paling dapat dipercaya dan dihandalkan untuk mengurus anak mereka adalah orang tua dan atau mertua. 

Bersyukurlah bagi mereka yang masih memiliki orang tua yang sehat, yang masih dapat diandalkan dan diperbantukan untuk membantu mengurus anak mereka. 

Namun terkadang kita harus memahami bahwa orang tua kita pun sudah cukup lelah di usia senjanya. Walaupun orang tua tidak pernah menolak apabila kita meminta bantuan mereka, mereka tidak pernah mengeluh, tidak bosan-bosannya membantu anak-anaknya dalam kesulitan. 

Kadang kita baru merasakan penyesalan setelah orang tua kita sudah tiada. Menyesal mengapa selama dia masih hidup kita tidak berusaha meringankan beban mereka, malah kita yang menambahi beban mereka, baik itu beban pekerjaan ataupun beban pikiran. 

Teman-teman, selagi orang tua kita masih hidup, gantian kita yang melayani mereka dengan sepantasnya dan semampunya.

Sunday, June 15, 2014

Pendidikan Mahal vs Kesejahteraan Guru

Tanggal 14 Mei 2014, ketika di kantor saya mendapat telepon dari anak kedua saya. Dia memberitahukan bahwa gurunya di TK B dirawat di rumah sakit karena tiba-tiba jatuh pingsan di rumahnya dan mengajak saya untuk membesuknya besok. Kebetulan besok adalah hari libur nasional. Informasi yang saya terima dari istri saya, si ibu guru dalam usia 51 tahun ini mengidap penyakit diabetes dan darah tinggi. 

Besoknya, sesuai dengan janji kepada anak saya, pagi hari kami sekeluarga sudah bersiap-siap berangkat ke rumah sakit untuk membesuk guru tersebut. Namun, Allah berkehendak lain, kabar duka kami terima, bahwa si Ibu Guru ini telah berpulang ke Allah SWT. Anak saya langsung menangis sedih begitu diberitahukan bahwa ibu gurunya sudah meninggal dunia. 

Akhirnya saya hibur anak saya, saya katakan bahwa Allah sayang dengan ibu gurunya sehingga Allah tidak mau Ibu gurunya menderita sakit lama-lama di dunia. Saya katakan agar dia mendoakan agar ibu gurunya mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT dan dilapangkan kuburnya serta diampuni semua dosa-dosanya. 

Akhirnya, kami pergi melayat ke rumah duka di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Sesampainya di rumah duka, kami melihat potret kehidupan kebanyakan guru-guru di Indonesia, sederhana, bahkan lebih tepatnya pas-pasan. Dengan kondisi hidup seperti itu, bagaimana kita mau menuntut seorang guru untuk mendidik anak didiknya menjadi manusia yang “sempurna” dari sisi akademis dan akhlak. 

Seringkali kita menyalahkan guru apabila anak kita lamban dalam memahami pelajaran. Dengan kondisi kesejahteraan guru yang rendah seperti ini, bagaimana mungkin kita mau berbicara mengenai pendidikan karakter bangsa apalagi istilah salah seorang capres kita "Revolusi Mental". Karena kebutuhan dasar dari seorang guru saja masih jauh dari kata tercukupi. Jika seseorang guru untuk urusan perutnya saja masih kekurangan, bagaimana dia bisa mendidik anak muridnya dengan tenang. 

Ironis memang, melihat kenyataan bahwa saat ini pendidikan di Indonesia sangatlah mahal. Untuk masuk ke sebuah sekolah yang memiliki standar baik, orang harus membayar sampai puluhan bahkan ratusan juta rupiah, tanpa jaminan bahwa anak kita akan mendapat pendidikan akademis dan karakter yang baik. Yang membadakan antara sekolah satu dengan yang lain hanyalah fasilitas dan pergaulan saja. 

Namun, terbalik dengan kehidupan para guru yang ternyata mereka masih harus mengajar di bimbel, memberikan les privat demi tambahan untuk biayai hidup mereka. Kemana biaya berjuta-juta yang dibayarkan oleh orang tua siswa. Ternyata yang sejahtera adalah para pemilik yayasan, pemegang saham dari sekolah-sekolah tersebut. Inilah Pekerjaan Rumah bagi para calon presiden Indonesia. 

Kesejahteraan para pendidik harus jadi perhatian jika kita menginginkan anak-anak bangsa ini menjadi manusia yang memiliki karakter. Pendidikan karakter, pendidikan akhlak, jangan sampai generasi muda bangsa ini, menjadi orang-orang yang tidak punya karakter, tidak menghargai produk dalam negerinya, dan menjadi warga Negara yang egois, yang pada akhirnya akan menjual aset negara ini untuk keuntungan pribadi.